Musyawarah Tikus

tikus.jpg

Kisah ini bermula ketika para politikus di negeri tikus berkumpul dalam suatu auditorium, yang bertempat di sebuah  lubang tikus berbintang lima. Konon katanya, lubang tikus berbintang lima ini lah yang menjadi lubang tikus termegah di seantero Gotikusrakus (nama Negara tikus). Dan di ruangan yang sama inilah, dahulu kala para pendahulu mereka, yang tergabung dalam Komando  Tikus Berani Mati , merencanakan strategi kemerdekaan bangsanya.

Para politikus menggelar sidang pleno, ketukan tiga kali palu sidang pun telah terdengar sebagai tanda dibukanya pleno akbar ini, tentunya dengan diiringin riuh rendah cicitan tikus. Rupanya pleno kali ini akan membahas tentang serangan bangsa kucing garong yang belakangan ini semakin meningkat intensitasnya.

“Para tikus yang saya hormati, belakangan ini bangsa kucing garong telah semena-mena terhadap bangsa kita. Sampai dengan tadi sore, menurut berita yang dilansir oleh tikuszone.com (situs berita terpercaya di negeri tikus), telah jatuh korban sebanyak 23 ekor tikus. Akan kah kita biarkan jatuh korban lagi?!”, itulah kalimat pembuka, yang disampaikan dengan gaya berapi-api, dari pemimpin sidang.

Sidang pleno dilanjutkan, tanggapan pun diperdengarkan. Akhirnya keputusan sidang bulat menyatakan bahwa ini adalah bencana nasional dan harus segera diatasi. Sesi usulan pun segera dibuka . . .

Lama tidak terdengar suara, masing-masing sibuk dengan pemikirannya. Hingga akhirnya seekor tikus mengangkat tangan kanannya, lalu berkata, “point of order pimpinan sidang, saya mengusulkan agar kita menjebak kucing garong dengan racun.”

Agak lama, ruangan sidang masih hening, belum ada tanggapan. Lalu pimpinan sidang meminta tanggapan ke peserta sidang.

“point of order yang mulia, usul yang bagus, tapi saya kuatir ini akan menjebak anak-anak kita sendiri, kita sudah sering mendengar barita seputar kematian anak tikus karena memakan makanan yang dilumuri racun oleh manusia. Selain itu, kucing garong memiliki penciuman yang sangat tajam, saya pesimis cara ini akan berhasil. Begini pimpinan sidang, saya mengusulkan bahwa kita harus menunjukkan kehormatan bangsa kita yang kini mulai terkoyak. Kita kumpulkan para tukang pukul kita, lalu kita adakan pertarungan terbuka dengan kucing garong”, usul yang lainnya.

“order pimpinan sidang, saya rasa kita tidak perlu melakukan hal yang sia-sia! Jelas saja bangsa kucing lebih kuat dari bangsa tikus, akankah kita menambah jatuhnya korban??!!. Kalau menurut saya, kita harus cari amannya saja, ayo kita pindah dari tempat ini. Segera!”, imbuh seorang tikus.

Jelas saja usulan yang terakhir itu ditolak oleh sebagian besar peserta sidang, tempat ini telah menorehkan sejarah peradaban mereka. Masa-masa indah yang begitu membekas, tidak akan rela mereka meninggalkan tempat ini. Pindah tempat? No way!

Akhirnya pimpinan sidang angkat bicara, sambil memilin-milin kumisnya (karena tikus ga punya jenggot ^_^ ), dengan bijaksana dia berkata, “saudaraku, kita harus tetap bersatu menghadapi persoalan ini. yakinlah, bahwa dengan bersatu kita bisa melewati krisis ini. kita tidak perlu menambah jatuhnya korban jiwa, sama seperti tidak perlunya kita pindah dari tempat ini.” sampai disini pimpinan sidang itu diam sejenak, memancing keingin tahuan para peserta sidang.

Lalu dia melanjutkan, “Aku pernah main ke kota, di sebuah rumah megah, tiba-tiba aku mendengar suara lonceng bergerincing. Tak lama kemudian, aku melihat seekor kucing rumah hendak menerkamku, beruntung sebelumnya aku telah bersiap siaga lari karena mendengar suara lonceng, yang ternyata tergantung di leher si kucing rumah. Nah, aku mengusulkan untuk memasang lonceng di leher si kucing garong. Dengan begitu, kita bisa beramai-ramai lari saat mendengar suara lonceng itu. Bagaimana ?” Tanya si pimpinan sidang.

Seketika itu rasa optimis menyelimuti seantero ruangan sidang. Dengan suara bulat, usulan itu menuai satu kata, yaitu sepakat! Banyak akhirnya yang menarik nafas lega. Fuuihh…

Sidang dilanjutkan, semua peserta sidang khidmat mengikuti detik-detik penentuan ini,  palu sidang sudah diangkat untuk diketuk sebagai tanda keputusan akan segera disahkan, tapi seorang politikus berkata “lalu bagaimana caranya dan siapa yang akan memasang loncengnya . . .”.

Seketika itu juga ruangan sidang menjadi riuh sesaat, rasa optimis disergap oleh pesimis hingga lumpuh, banyak politikus tikus yang menjadi pucat. Iya, bagaimana caranya dan siapa yang akan melakukannya. Ruangan sidang kembali hening. Semua kembali tertunduk.

= = = = = == = == = ==  = == = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =  = ==  == = = = =

Hmmm, kita tinggalkan negeri tikus dengan para politikusnya. Pada kenyataannya, kita masih sering terjebak pada anekdot, pameo, atau sindiran-sindiran seperti itu. Bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, bisa di organisasi sebagai staf, di keluarga sebagai anak,atau di masyarakat sebagai warga atau di mana saja. Banyak diantara kita melemparkan ide cemerlang, tapi ternyata masih di angan-angan. Ide populis tapi tidak realistis.

Menimbulkan optimis sesaat, lalu berganti dengan pesimis berkepanjangan. Bukannya solusi, tapi malah menyumbang masalah baru. Ya, kita memang masih sering terjebak pada masalah ini, layaknya tikus yang berpikir “pasang saja lonceng di leher si kucing”, tapi kemudian diam, ketika ada yang menanyakan  bagaimana caranya dan siapa yang akan memasang loncengnya”.

6 thoughts on “Musyawarah Tikus

  1. Saya pernah mengirim tulisan dengan judu MUSYAWARAH TIKUS ke sebuah koran nasional. Isinya juga sama persis dengan cerita yang Anda buat, hanya versi settingnya yang berbeda.

    Yang ingin saya tanyakan, dari mana sumber asli cerita itu Anda peroleh?

    Terima kasih

  2. @Anab Afifi
    Wah, luar biasa klo ternyata kita punya ide yang sama. Tapi, jujur saja, saya sama sekali tidak berminat untuk mempunyai pemikiran yang sama dengan anda.

    Terkait pertanyaan anda ini, saya ingin menekankan beberapa point:
    1. Saya tidak pernah menjadi plagiat tulisan (dan saya pastikan, bahwa saya TIDAK PERNAH dan TIDAK AKAN PERNAH menjadi plagiat tulisan anda)
    2. Saya meragukan pernyataan anda. jika memang tulisan itu anda anggap sama, silahkan sertakan tulisan anda itu di blog ini (isikan lewat comment).
    3. Ide cerita itu saya dapatkan dari alm. KH Rahmat Abdullah. Ingat, idenya. ide itu bukan tulisannya.

    akhirnya, saya menunggu tulisan anda itu (yang kata anda sama persis dengan tulisan tulisan saya). Terima kasih untuk berani mempertanggungjawabkan comment anda.

  3. Terima kasih jawabannya.

    Saya tidak mengatakan Anda plagiat. Yang saya katakan adalah isi ceritanya sama, cuma settingnya yang berbeda. Cuma saya tanya dari mana sumber asli cerita tersebut diperoleh. Karena Anda tidak menyebut sumber ide tulisan itu dibuat.

    Dan ketika Anda menyebut mendengar dari seorang Kiyai (KH Rahmat Abdullah) maka saya segera mafhum. Dan, jawan ini yang ingin saya ketahui.

    Akan sangat elegan jika Anda menyebutkan bahwa sumber ide itu dari KH Rahmat Abdullah. Dengan demikian, pembaca tidak terlanjut termakan kesan bahwa tulisan itu “murni karangan Anda”.

    Dengan Anda mengaku deapat dari Pak Kiyai, saya yakin belaiau terebut membaca buku yang sama dengan yang telah saya baca 25 tahun lalu, waktu saya masih kelas 2 SMP.

    Namun, jika Anda ingin tahu sumber asli cerita itu dari mana dan untuk mengobati rasa penasaran Anda silakan baca tulisan saya di

    http://santri-resah.blogspot.com/2009/03/musyawarah-tikus.html

    salam

Tinggalkan komentar